Selasa, 29 Juli 2008

Denny Indrayana: "Saya setuju jika hukuman mati bagi koruptor diberlakukan"



Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Denny Indrayana, mengatakan, polemik mengenai wacana hukuman mati bagi para koruptor akan menjadi perdebatan panjang yang mewarnai upaya pemberantasan korupsi.

Di satu sisi, menurut Denny, hukuman mati bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Tapi, di sisi lain, banyak pihak yang prihatin menyaksikan fenomena maraknya praktik mafia peradilan yang tidak jarang mengakibatkan vonis yang dijatuhkan kepada para koruptor mengenyampingkan rasa keadilan masyarakat.

Namun demikian, Denny setuju jika hukuman mati bagi koruptor diberlakukan. Terlepas hal itu bertentangan dengan Pancasila dan UUD '45, namun menurut penjelasan Pasal 2 UU Tipikor, hukuman mati sangat mungkin diberlakukan terhadap koruptor.

Denny mengatakan, jika pemerintah komit untuk memberantas korupsi, maka yang perlu juga dilakukan adalah memperbaiki kinerja aparat penegak hukum yang telanjur kehilangan kepercayaan dari masyarakat, pascaterbongkarnya kasus suap Urip Tri Gunawan, jaksa terbaik versi Kejaksaan Agung.

Denny juga menganjurkan agar pemerintah menghentikan pemberian grasi, amnesti, maupun rehabilitasi kepada terpidana kasus korupsi.

Sumber: Suarakarya-online.com/Senin, 28 Juli 2008

Hidayat Nurwahid: "Hukum Mati Koruptor !!!"



Pemerintah perlu segera menerapkan sanksi hukuman mati bagi koruptor yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.

"Bagi siapa pun yang terbukti merugikan negara dengan jumlah yang sangat besar, hukuman mati bisa dilaksanakan," kata Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, di Depok, Minggu.

Hidayat mengatakan dirinya telah meminta langsung kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk menerapkan hukuman yang terberat bagi para koruptor. "Ini untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia," ujarnya.

Pidana mati untuk koruptor di Indonesia bisa diberlakukan, bila mengacu kepada UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Nur Wahid mengatakan, pelaksanaan hukuman mati tersebut diterapkan agar menimbulkan efek jera bagi koruptor, maupun calon koruptor. "Ini akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa di negara kita hukum dapat ditegakkan dan masih ada perlindungan bagi rakyat," ujarnya.

Pelaksanaan hukuman mati, kata mantan Presiden PKS tersebut, harus dilakukan dengan tegas dan cepat. Ia yakin penerapan hukumam mati tidak akan menimbulkan protes dunia internasional. "Malaysia dan Singapura bisa menerapkan, mengapa Indonesia tidak," katanya. Bangsa ini, kata dia, membutuhkan pilihan tegas dan keberanian untuk menetapkan hukuman mati bagi para koruptor. Jika tidak, sulit membersihkan korupsi yang sudah menjadi budaya di Indonesia.

Sumber; suarakarya-online.com/Senin, 28 Juli 2008

Perbandingan Jumlah Uang Suap

Berikut adalah perbandingan empat jumlah uang sup dalam beberapa kasus yang ditangani KPK:

Pertama adalah Mulyana W Kusumah, saat itu anggota KPU. Mulyana terbukti menyuap auditor BPK Khairiansyah Salman Rp 300 juta. Mulyana pun dihukum 2 tahun 7 bulan.

Kedua,
Harini Wijoso, pengacara pengusaha Probosutedjo. Pensiunan hakim ini terbukti menyuap pejabat MA senilai Rp 4,8 miliar untuk mempermudah kasus kliennya. Harini divonis 4 tahun.

Ketiga
, AKP Suparman, penyidik KPK ini terbukti menerima suap dari Tintin Surtini senilai Rp 439 juta dan US$ 300 saat menyidik kasus korupsi PT Industri Sandang Nusantara. Suparman divonis 8 tahun.

Keempat, Irawady Joenoes, komisioner Komisi Yudisial (KY), diduga menerima Rp 600 juta dan US$ 30 ribu dari Freddy Santoso, rekanan KY. Irawady dituntut 6 tahun.

Jelaslah, dari data di atas, Jaksa Urip yang adalah ketua tim pemeriksa kasus BLBI II yang melibatkan obligor Sjamsul Nursalim -- adalah 'rekor terbaik'.

Urip dibekuk penyidik KPK setelah melakukan transaksi di rumah Sjamsul Nursalim di Jl Hang Lekir, Minggu 2 Maret, pukul 17.30 WIB. Bersama dia juga dibekuk Artalyta Suryani, orang dekat Sjamsul, yang diduga menyerahkan duit US$ 600 ribu pada Jaksa Urip, eks Kepala Kejaksaan Negeri Klungkung, Bali

Sumber: detiknews.com

Urip, The Six Billion Rupiah Man



Jika Hollywood punya The Six Million Dollar Man yang dibintangi Lee Majors, Indonesia punya The Six Billion Rupiah Man yang 'dibintangi' Jaksa Urip Tri Gunawan.

Dibandingkan dengan tersangka kasus suap yang sukses dibekuk KPK selama ini, uang yang diduga untuk menyuap Urip dalam kasus BLBI memang bikin mata terbelalak: US$ 660 ribu atau setara Rp 6,1 miliar. Uang segunung itu saat ditemukan penyidik KPK, disimpan di kardus Jellydrink di mobil Urip, Kijang LGX bernomor Bali.

Sumber: detikNews, Selasa, 04/03/2008

Beredar Foto Kapolri & Artalyta di Gedung DPR


Foto bersama Kapolri Jenderal Pol Sutanto dan tersangka suap Rp 6 miliar Artalyta Suryani beredar di gedung DPR. Anggota Dewan pun terkaget-kaget melihat foto itu.
Dalam foto ukuran 10 R itu terdapat tulisan Mr & Mrs Alexander Tedja, Mr & Mrs Kapolri Jenderal Pol Sutanto, Mrs Artalyta Suryani, Mr & Mrs Murdaya Po. Mereka berpose berdiri berjejer dan tersenyum dengan latar belakang bunga dan jendela.
Bos Pakuwon Group Alexander Tedja mengenakan setelan jas warna hitam dengan dasi biru dan istrinya terbalut baju warna pink. Kapolri tampak mengenakan setelan jas warna coklat dan istrinya terbalut baju warna krem. Artalyta mengenakan baju putih dan coklat, serta Murdaya Po mengenakan setelan jas dasi merah dan istrinya berbaju warna pink.
Foto itu dibagi-bagikan seorang perempuan kepada wartawan dan anggota Komisi III DPR di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2008).
"Kalau melihat foto seperti ini berarti banyak sekali teman-teman dia yang orang terkenal, para pejabat. Luar biasa ini," komentar anggota Komisi III DPR Arbab Paproeka. Politisi PAN ini lantas menaruh foto itu ke dalam tumpukan berkas-berkasnya. Angota FPG Victor Blaiskodat juga berkomentar sama. "Ini luar biasa. Tetapi ini kenapa Pak Po ada di sini," kata Victor seraya balik bertanya. Yang dimaksudnya adalah Murdaya Po, anggota DPR dari FPDIP.
Artalyta adalah istri bos Gajah Tunggal (alm Surya Dharma). Foto yang diedarkan di gedung DPR tampaknya adalah pesta perkawinan Eiffel Tedja, putra sulung Alexander Tedja, dengan putri Artalyta, Imelda Dharma. Mereka menikah dalam sebuah pesta supermewah di Ballroom Hotel Sheraton, Surabaya, pada 9 Juni 2007 lalu. Sebanyak 4.000 undangan disebar, 350 di antaranya tamu VIP, misalnya Kapolri, sejumlah menteri dan Gubernur DKI Sutiyoso.
Belum diketahui apakah foto itu asli atau tidak. Juga belum diketahui maksud penyebaran foto itu.
(aan/nrl)

Sumber: DetikNews.com/ Rabu, 05/03/2008 14:55 WIB

Artalyta "Ayin" Suryani


Koruptor yang satu ini tersangkut masalah sogok dan disogok bersama seorang jaksa Urip Tri Gunawan.  Orang deket salah pengemplang BLBI ini menyogok agar kasus bos-nya segera "diselesaikan oleh Kejaksaaan (tak) Agung. Artalyta adalah istri bos Gajah Tunggal (alm Surya Dharma).

Menurut Detik News, Selasa, 04/03/2008, nama Ayin terdapat dalam struktur DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan Gusdur sebagai Bendahara Umum. Artalyta Suryani yang menjadi bendahara umum PKB itu adalah tersangka penyuapan Rp 600 miliar kepada jaksa BLBI II, Urip Tri Gunawan.

Around Rp 1 Billion For Minister Paskah Suzetta

The Bank Indonesia corruption saga has expanded to the President's Cabinet, with new testimony implicating two ministers once tasked with amending the BI Law.

Golkar Party lawmaker Hamka Yandhu testified that National Development Planning Minister Paskah Suzetta and Forestry Minister Malam Sambat Ka'ban accepted around Rp 1 billion and Rp 300 million, respectively, when he distributed Rp 31.5 billion in cash from then BI communications bureau head Rusli Simanjuntak in 2003.

"I personally gave the money to Paskah in four installments. As for M.S. Ka'ban I gave him Rp 300 million," Hamka told the Corruption Court hearing the case of former BI legal affairs deputy Oey Hoey Tiong and Rusli.

About Paskah Suzetta:

Born: April 6, 1953, Bandung
Education:
Bachelor of Politics, Padjajaran University (1990)
Master of Business Administration, Indonesian Entrepreneurship Development Institute (IPWI)
Career:
Chairman of the House of Representatives’ commission on finance and national development planning
Other activities:
Deputy treasurer of Golkar Party,
Activist of the Indonesian National Youth Committee (KNPI),
Chief Commissioner, Triniti Group

Capital Punisment For Corruptos

Corruptor's Father

Corruptor's Mother

Senin, 28 Juli 2008

Imelda Dharma

Imelda Dharma adalah putri Artalyta Suryani, tersangka  yang melakukan suap kepada jakasa Urip. Ayahnya adalah bos Gajah Tunggal (alm Surya Dharma). Imelda menikah dengan Eiffel Tedja, putra sulung Alexander Tedja. Mereka menikah dalam sebuah pesta supermewah di Ballroom Hotel Sheraton, Surabaya, pada 9 Juni 2007 lalu.  Sebanyak 4.000 undangan disebar, 350 di antaranya tamu VIP, misalnya Kapolri, sejumlah menteri dan Gubernur DKI Sutiyoso.

Corruptor's Wife


Name: Kristina
Occupation: Dangdut Singer

Al Amien Nur Nasution



Nama: Al-Amien Nur Nasution
Jabatan Sebelum Ditangkap: Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Tuduhan:

"Corrumpere"


Prolog

Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sbb:

• perbuatan melawan hukum;
• penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
• memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
• merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
• memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
• penggelapan dalam jabatan;
• pemerasan dalam jabatan;
• ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
• menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Kondisi yang mendukung munculnya korupsi

 Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
 Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
 Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
 Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
 Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
 Lemahnya ketertiban hukum.
 Lemahnya profesi hukum.
 Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
 Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
 Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
 Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

Dampak negatif

1. Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2. Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

3. Kesejahteraan umum Negara
Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
Bentuk-bentuk penyalahgunaan
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
 Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.

Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.

Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut (disusun menurut abjad):
1) Australia
2) Kanada
3) Denmark
4) Finlandia
5) Islandia
6) Luxemburg
7) Belanda
8) Selandia Baru
9) Norwegia
10) Singapura
11) Swedia dan
12) Swiss

Menurut survei yang sama, tigabelas negara yang paling korup adalah (disusun menurut abjad):
1) Azerbaijan
2) Bangladesh
3) Bolivia
4) Kamerun
5) Indonesia
6) Irak
7) Kenya
8) Nigeria
9) Pakistan
10) Rusia
11) Tanzania
12) Uganda, dan
13) Ukraina

Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut.

 Sumbangan kampanye dan "uang lembek"
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.

Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.

 Tuduhan korupsi sebagai alat politik
Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Tiongkok, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

Mengukur korupsi

Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi